Search something?

Senin, 31 Maret 2014

Masa Kini: Bekal Bagi Pemimpin Masa Depan

Sejenak, ijinkanlah saya mengutip sebuah kisah favorit saya yang diambil dari buku Sang Alkemis (terjemahan), karangan Paulo Coelho.

‘Di jaman romawi kuno, pada masa Tiberius, hiduplah seorang lelaki yang baik dengan dua orang putranya. Seorang menjadi tentara, dan telah dikirim ke wilayah-wilayah yang jauh di imperium itu. Putra lainnya adalah penyair, dan menggembirakan seluruh Roma dengan syair-syairnya yang indah. Suatu malam sang ayah bermimpi. Satu malaikat muncul padanya, dan mengatakan padanya bahwa kata-kata dari salah satu anaknya akan dipelajari dan diulangi ke seluruh dunia bagi semua generasi mendatang.’*


Sampai kalimat tersebut berakhir, layaklah bila saya dan juga Anda semua mengira bahwa kata-kata sang penyairlah yang akan dikenang dunia. Dan inilah yang tertulis dalam buku tersebut.


Anakmu pergi ke suatu tempat yang jauh, dan menjadi seorang komandan. Suatu sore salah seorang pelayannnya sakit, dan tampaknya dia mau meninggal. Anakmu pernah mendengar seorang seorang rabi yang dapat menyembuhkan penyakit, dan dia berkuda berhari-hari untuk mencari orang itu. Dia mengatakan pada orang itu bahwa seorang pelayannya sakit keras, dan rabi itu bersiap pergi dengannya ke rumahnya. Tapi komandan itu adalah orang yang beriman, dan, melihat ke dalam mata rabi itu.
Inilah kata-kata yang dia ucapkan pada rabi pada waktu itu, dan kata-kata ini tidak pernah dilupakan:
“Tuhanku, aku tidaklah berarti sampai tempatku perlu kau datangi. Tapi ucapkanlah sepatah kata saja, maka pelayanku akan sembuh.”*






Terkejut? Iya, respon kita sama seperti lelaki tua itu saat malaikat menceritakan apa yang terjadi pada masa depan kedua anaknya. Melalui kisah di atas, saya menemukan bahwa lelaki tua, penyair, dan komandan tentara itu memberikan sumbangsih bagi sesama dengan caranya masing-masing. Pada saat mereka masih hidup, mereka tidak pernah tahu sampai seberapa lama dan seberapa jauh, mereka mempunyai andil di masa yang akan datang.

Seorang komandan tentara, tidak pernah disangka, bahkan oleh ayahnya sendiri, ternyata mampu mengungkapkan kalimat yang selamanya diingat oleh beberapa generasi di masa depan. Kalimat itu menunjukkan kebaikan, kesederhanaan, dan keyakinannya. Kalimat yang membuktikan kerelaan hati seorang komandan, seorang pemimpin, untuk berbuat sedemikian rupa bagi pelayannya. Ia menempuh perjalanan jauh untuk meminta pertolongan seorang rabi penyembuh yang bahkan hanya pernah mendengar namanya, namun yang ia percayai. Sang komandan memahami bahwa perjalanannya menjumpai sang rabi bukanlah perjalanan atasan dan bawahan, tetapi lebih pada perjalanan hidup. Ia memandang hidup sebagai sesuatu yang sangat berarti, yang melibatkan tanggung jawab sosial.


Jika demikian, maka:
Siapakah sang pelayan itu sebenarnya? Si komandan tentara, atau si pelayan komandan?
Siapakah sang pemimpin itu sebenarnya? Si komandan tentara, atau si rabi penyembuh?






Kita semua memang dapat berkontribusi bagi keluarganya, sesamanya, lingkungannya, dan bagi dunia. Aktivitas yang kita lakukan, perkataan yang kita ucapkan, perasaan yang kita alami, dan momen sehari-hari adalah bagian dari persembahan yang kita bagikan untuk dunia. Apa yang kita genggam, kita perjuangkan, yang kita hidupi pada saat ini merupakan modal berharga untuk masa depan kita dan dunia.

Seorang pemimpin masa depan adalah seseorang yang sudah siap memimpin sejak saat ini, sejak masa mudanya. Siapapun ia, punya kesempatan untuk memimpin, karena memimpin adalah menginspirasi. Inspirasi yang bukan hanya disebarkan kepada orang lain supaya diikuti, tapi terlebih inspirasi bagi diri sendiri untuk dipertanggungjawabkan. Tidak semata-mata ia melemparkan angan-angan, tapi turut bekerja aktif membangun angan-angan itu.

Seorang pemimpin masa depan pastilah sekarang ia sudah tidak sabar menantikan tantangan-tantangan yang akan ia hadapi di tahun-tahun mendatang. Persiapannya saat ini tentu saja dibalut dengan dedikasi. Rencana-rencana yang disusun niscaya memiliki berbagai alternatif. Alternatif yang akan membuatnya berani melangkah, yang menyokong kekuatannya.






Salah satu media sosial yang mampu menjangkau banyak orang adalah Twitter. Lewat Twitter, saya bisa belajar mengenai kepemimpinan. Ini bukan sekadar tentang following dan follower. Ada banyak sekali sosok yang menarik diamati, salah satunya adalah Jimmy 1000 guru.

Hal utama yang saya cermati dari Jimmy 1000 guru adalah gaya kepemimpinannya. Melalui akun @1000_guru ia telah merangkul lebih dari 32.000 follower, dan saya adalah salah satunya. Itu aksi yang dilakukannya di media sosial. Di dunia nyata, saya tahu ia sudah menyentuh jutaan hati di Indonesia ini, khususnya bagi anak-anak dan guru-guru yang ada di pedalaman.

Upayanya menjalin relasi dengan pihak-pihak di daerah pelosok nusantara, gayanya melemparkan kritik dan saran untuk pemerintah pusat, pengabdiannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, dan caranya menggalang dukungan dan donasi, itulah kepribadian pemimpin yang saya kagumi.

Ia berhasil menjadikan dirinya sendiri suatu teladan dalam berbuat yang baik, berbuat yang benar. Ia tidak menyuruh orang lain, tapi ia sendiri bertindak. Ia mengajar, ia berbagi ilmu, ia mendengarkan keluh kesah, ia menawarkan solusi. Ia memegang sebuah visi untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Itulah bentuk kepeduliannya pada masyarakat terpencil, sebuah tanggung jawab sosial yang ia laksanakan dengan ikhlas.

Ia memilih menjadi guru di area yang sulit digapai, di lokasi yang jauh dari minat masyarakat, di kawasan yang fasilitasnya terbatas. Ia membuat orang lain tahu bahwa di suatu tempat, di negeri Indonesia ini, masih banyak jiwa-jiwa yang perlu diperhatikan, pribadi-pribadi yang semestinya juga memperoleh pendidikan dengan pantas. Ia melakukan apa yang ia mampu.

Ia, dengan segala daya dan kreativitasnya, menciptakan kaos 1000 guru yang hasil penjualannya dipersembahkan untuk pendidikan anak-anak dan peningkatkan kesejahteraan guru. Kaos yang bertuliskan kalimat khas tentang guru dan pendidikan. Kalimat yang bermakna, yang menimbulkan senyum, yang menebarkan harapan, yang mungkin akan dikenang oleh generasi-generasi berikutnya, seperti kata-kata sang komandan tentara yang saya kisahkan di atas.

Jimmy 1000 guru bukan hanya pemimpin di masa depan, tapi ia pun pemimpin di masa kini. Ia menginspirasi, ia mengembangkan usaha nyata, dan ia menaruh kepedulian bagi bangsa. Ia melayani anak-anak dan guru-guru di daerah terpencil. Ia melayani dengan hatinya, dengan gagasannya, dengan aksi nyata. Sejak masa kini ia telah memberi sumbangsih pada masa depan bangsa, masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dan guru-guru.






Maka, terhadap apa yang dilakukannya itu, saya sekali lagi mengajukan pertanyaan reflektif.

Siapakah sang pemimpin itu? Jimmy 1000 guru ataukah guru-guru di pedalaman?
Siapakah sang pelayan itu? Jimmy 1000 guru ataukah anak-anak di pelosok?


Kita semua bisa menjalani peran sebagai pemimpin masa depan. Inspirasi, usaha, dan kepedulian adalah hal-hal yang bisa kita lakukan sejak sekarang. Apa yang kita persembahkan untuk keluarga, sesama, lingkungan, bangsa, dan dunia mungkin akan menjadi jejak yang manis bagi generasi di masa kini dan masa depan. Inilah tugas kita bersama. Marilah sekarang kita bangkit menjadi pemimpin masa depan yang memberi inspirasi, yang selalu berusaha, dan bertanggung jawab secara pribadi dan sosial.


‘Sang alkemis berkata: tak peduli apa yang dilakukannya, setiap orang di dunia memainkan peran yang sentral dalam sejarah dunia. Dan biasanya ia tidak menyadarinya.’*


Keterangan:
*Seluruh kisah mengenai komandan tentara dan alkemis di atas diambil dari buku Sang Alkemis, terjemahan, karangan Paulo Coelho, diterbitkan tahun 2012 cetakan ke 13 oleh PT Gramedia Pustaka Utama.

Tidak ada komentar: