Search something?

Minggu, 15 Juni 2014

Halo, Bapak! Hai, Pak!

Halo, Bapak!
Hai, Pak!

Masih akrab kan dengan sapaan itu? Yaa, biasanya sih aku tuliskan saat kita chatting di Facebook.

Bapak, apa kabar hari ini? Lagi baca buku yaa? ^_^
Luangkan waktu sejenak untuk membaca surat ini yaa. Seperti biasa, Bapak pasti menemukan surat ini di blog.

Hari ini, 15 Juni, adalah hari bapak internasional lho! Selamat yaa, Pak. Semoga Bapak selalu gembira dengan guyonan sehari-hari. Bapak memang lucu! Mungkin, kalau masih muda, Bapak bisa menjadi salah satu comica di acara Stand Up Comedy. Atau mungkin juga, bapak bakal membentuk grup lawak. Heheheee.


Apapun itu, Bapak tetaplah orang paling kocak di hidupku. Bapak adalah yang pertama mengenalkan aku dengan canda mesra. Bapaklah yang membuatku mengerti arti kalimat ini:

'Hati yang gembira adalah obat yang manjur.'

Senyum dan tawa dari raut muka gembira yang Bapak punyai menjelaskan semuanya. Tanpa perlu kotbah, Bapak bisa mengajarkan bagaimana memiliki hati yang gembira. Tanpa disadari, Bapak adalah obat yang manjur itu sendiri. Kegembiraan, kebahagiaan Bapak adalah segalanya.

Omong-omong tentang senyum dan tawa, nah apakah Bapak masih simpan kamera kecil, hitam, bentuknya persegi panjang, yang ada tutupnya itu? Itu lho, kameranya yang dulu waktu kecil sering aku pakai mainan.

Bapak tahu tidak, itu kamera berharga lho. Kamera yang aku pikir, cuma Bapak satu-satunya di dunia yang punya kamera seunik itu. Tolong, kameranya ketemu, disimpan yaa Pak! Itu bisa jadi barang fosil bersejarah di keluarga kita.

Dan siapa tahu, kamera itu masih bisa dipakai. Kita bisa isi kamera itu dengan roll film, lalu selfie deh. Heheheee. Kapan lagi kita selfie dengan kamera kuno nan antik seperti punya Bapak?

Tidak hanya kamera saja yang unik, tapi Bapak tahu tidak, kalau Bapak adalah bapak paling unik sedunia! Iyaa, benar!

Mungkin aku ini satu di antara sedikit anak-anak yang berbahagia karena punya Bapak yang menguasai beberapa bahasa. Bahasa Indonesia, pasti Bapak! Bahasa lokal, boso Jowo, Bapak juga bisa! Bahasa Inggris, hmm Bapak jagonya! Kan Bapak dosen Bahasa Inggris :)

Masih ada lagi dong! Bapakku kan unik! Heheheee.

Bahasa Perancis yang pelafalannya susah itu, aah Bapak sanggup! Bahkan, bahasa Latin, bahasa yang dianggap bahasa mati itu pun, Bapak juga bisa menghidupkannya! Lalu, ku dengar, sedikit-sedikit Bapak juga bisa bicara Bahasa Jerman, Bahasa Belanda, Bahasa Italia, Bahasa Portugal, dan Bahasa Spanyol, benar yaa, Pak?

Aah, kalau bicara soal bahasa, aku jadi ingat sebuah janji. Janji untuk belajar bahasa Latin bersama Bapak. Yaa! Saat liburan tengah tahun ini aku ingin belajar bersama Bapak, sang ahli bahasa yang aku kagumi secara diam-diam.

Sebulan yang lalu, saat kita chatting di Facebook, aku pernah minta tolong Bapak untuk menerjemahkan satu kalimat ke dalam bahasa Latin. Ada banyak istilah yang tidak aku ketahui. Conjugatio, ablativus, causativus...

Semakin aku tidak tahu, semakin ingin aku belajar. Mungkin Bapak masih ingat, bagaimana dulu-dulu aku selalu menolak kalau Bapak ingin mengajarkan Bahasa Inggris atau Bahasa Latin. Aku tidak ingin meributkan diri dengan bahasa asing.

Tapi, tahukah Bapak bahwa sudah lama sekali aku ingin belajar bahasa asing?

Dan, inilah aku yang punya kesombongan tingkat tinggi. Aku yang tidak mau belajar kepada bapaknya sendiri. Aku yang merasa sudah sangat mampu belajar sendiri tanpa bimbingan bapak. Aku yang bagaikan anak hilang.

Sekarang aku memenuhi janjiku untuk belajar bahasa bersama Bapak. Sekarang adalah tepat pertengahan bulan Juni, artinya, aku akan segera pulang kampung. Empat bulan sudah aku merantau ke Taiwan untuk belajar. Empat bulan sudah aku tidak berjumpa dengan Bapak, tidak mendengar suara Bapak, dan juga tidak bertengkar lagi dengan Bapak. Heheheee.

Di sini tidak ada seorang Bapak yang bisa melontarkan candaan konyol. Di sini tidak ada seorang Bapak yang bisa di-SMS atau ditelepon untuk menjemput kalau aku pulang terlalu malam. Di sini tidak ada seorang Bapak yang menegur kalau aku nakal. Di sini tidak ada seorang Bapak seperti engkau...

Aah, aku merindukan Bapak. Rindu yang tak pernah terucap karena aku terlalu malu mengakuinya. Seperti juga kagum yang hanya tersimpan di hati karena aku terlalu pongah untuk menyanjung seorang Bapak.

Bapak...

Yaa sudah Pak, sampai ketemu minggu depan yaa. Aku pulang ke tanah air. Doakan urusan tiket pesawat bisa selesai dalam seminggu ini yaa. Meskipun tiketnya masih bermasalah karena maskapai yang menutup rute penerbangan, tapi aku yakin sih , pasti segera ada jawaban dari staf manajemen mereka. Jadi, Bapak tenang saja yaa.

Semoga hari Sabtu, 21 Juni nanti aku bisa mendarat dengan mulus di bandara Juanda. Seperti biasa Bapak tidak perlu jemput, karena aku bisa pulang naik travel dari Surabaya ke Blitar. Yaa, Bapak cukup menelepon pengelola travel dan pesan satu tempat untuk aku. Oke?

Oiyaa, dan jangan lupa, kira-kira hari Minggu jam 1 dini hari, tolong bukakan pintu gerbang rumah buatku. Nanti aku akan datang membawa satu koper hijau. Isinya oleh-oleh dari Taiwan, dan sebagian besar adalah baju-baju yang tidak aku pakai di sini. Heheheee.

Hmm, sepertinya sudah beberapa kali aku pamitan, tapi masih terus menulis. Memang sih, rasanya tidak ingin berhenti ngobrol sama Bapak, walau lewat surat. Aku masih rindu berbagi dengan Bapak. Jarang-jarang kan yaa kita bisa bicara panjang lebar begini.

Biasanya sih Bapak lagi sibuk keluar kota, atau sedang menguji skripsi mahasiswa. Tapi, lebih banyak aku yang sibuk dengan diri sendiri. Sibuk main-main, dan kurang serius. Bahkan, sering kali lupa sama Bapak. Kadang, atau mungkin sering, aku tidak ingat untuk menyebut Bapak di dalam doa. Aduh, maafkan aku yaa, Pak :(((

Tapi Pak, aku tidak pernah bosan kalau menulis buat Bapak. Aku ingin seperti Bapak, bisa menghasilkan banyak tulisan. Tulisan-tulisan Bapak pasti penuh makna. Makna mendalam. Kadang singkat, tapi tulisan Bapak yang sarat muatan bara cinta itu bisa membuatku tersenyum sendiri, dan juga meneteskan air mata.

Contohnya, saat Bapak mengungkapkan lewat komentar di email dan blog untuk menanggapi tulisanku tentang Dunia Fantasi, Ancol. Inilah komentar Bapak lewat email:

'Dik, Bapak has read ur narrative of Dufan when you were nine. Bapak regretted not knowing your dream of that time. Now Bapak promised to myself to make my family realize what it has been dreaming so far. Lombok is possibly the first manifestation of the dream despite so much expense. God himself help us. Amen.'


Hiks. Itu reaksi pertamaku. Tersentuh dan terharu. Mungkin Bapak tidak menyangka kalau aku bisa menangis saat membaca tulisan itu. Aku anggap itu bukan tulisan, tapi itu adalah hati Bapak. Itulah adalah cinta Bapak. Itu adalah pelukan Bapak. Terima kasih yaa, Pak.

Berapa kali pun aku membaca komentar Bapak itu, pasti ada air mata berlinang. Hiks. Hiks.

Bapak jangan menyesal lagi. Bapak sudah jadi bapak yang terbaik untuk keluarga kita koq. Mungkin aku yang belum memberikan yang terbaik untuk keluarga kita. Sekarang, mari kita sama-sama berjuang supaya kita semua saling mendukung, menyayangi, dan menghargai. Kita bangun keluarga kita.

Oiya, di komentar Bapak itu, ada satu kata yang menarik perhatianku: Lombok. Ah, setelah dua bulan kita rencanakan piknik keluarga, tak terasa dua minggu lagi kita akan berangkat ke Lombok. Asyik! Kita piknik bersama yaa, Pak! Lengkap nih, sama Ibuk, Mas Adi,dan Ibel juga. Yeay!

Kalau aku sudah di rumah Blitar, kita matangkan lagi rencana piknik keluarga itu yaa! Rasanya tidak sabar ingin segera pulang. Aku ingin segera ketemu lagi dengan Bapak. Dan juga untuk piknik keluarga yang pertama kalinya dalam keluarga kita.

Okee... Dadaaa, Bapak! Salam buat Ibuk yaa.

Salam keren dari aku yang sedang belajar di tanah rantau Taiwan,
Adek - Mita




Tidak ada komentar: