Bertualang di negeri rantau, mungkin itu yang mendorongku untuk memelihara ikatan pertemanan, persaudaraan, dan persekutuan (?) dengan para kolega di tanah air Indonesia. Menjaga tali silaturahmi lewat media kartupos. Dan, saya adalah seorang yang bangga menggunakan jasa pos. Jasa pak pos!
Jika ada, seseorang, sesosok, yang menginspirasiku kirim mengirim kartupos, itu adalah Dina Dua Ransel. Silakan melongo menyaksikan ratusan kartupos yang sudah dikirimnya di sini. Dulu saya bermimpi, aah suatu ketika saya juga ingin menghamburkan jutaan kartupos untuk dia yang tercinta, bagi mereka yang terkasih.
Kemudian, sebelum berangkat ke negeri Formosa ini, berjumpalah aku dengan seorang perempuan yang pernah menjadi guru sejarah saat aku SMP. Beliau mengatakan:
'Dek, sudah mau berangkat ke Taiwan yaa? Waah mbok yaa saya dikirimi kartu pos. Kan kalau enggak bisa ke sana, yaa paling nggak bisa lihat gambarnya seperti apa.'
Dan secepat kilat bagai kecepatan cahaya, dalam hati terpatri suatu semangat:
'Oke, pasti! Kartu pos akan mengalir dari Taiwan ke Indonesia.'
'Dek, sudah mau berangkat ke Taiwan yaa? Waah mbok yaa saya dikirimi kartu pos. Kan kalau enggak bisa ke sana, yaa paling nggak bisa lihat gambarnya seperti apa.'
Dan secepat kilat bagai kecepatan cahaya, dalam hati terpatri suatu semangat:
'Oke, pasti! Kartu pos akan mengalir dari Taiwan ke Indonesia.'
Kartupos pertama yang bisa disebut kartupos percobaan, aku kirimkan untuk Romo E. Kusdiyanto Tana yang terkasih. Disebut yang terkasih karena beliau adalah bapa pengakuan paling favorit. Kartupos ini tentang pantang, puasa, dan derma. Pantang yang berhiaskan sejumlah kepulauan di Asia. Puasa yang didekorasi dengan lebah merah. Derma yang berlatar belakang Gedung 101 Taipei.
Lho, apa maknanya? Setiap hati pasti punya arti masing-masing...
Aku masih mencoba-coba mengirim kartu pos dengan perangko bergambar lebah itu. Bukan bermaksud mencobai dunia pos, tapi ingin tahu seperti apa rasanya, berapa mahalnya, berapa lama sang lebah Taiwan menghasilkan madunya di Indonesia.
Was-was, takut, tapi tetap penuh harapan bahwa kartu pos akan diterima dengan tangan penuh kasih. Masa penantian yang panjang, hari-hari pantang yang menantang, dan jarak yang luas membentang membuatku penuh kuasa untuk tekun menyapa seorang jiwa demi membaca jawaban IYA. Tanya, tanpa tanda tanya, adakah kartu pos perdana sudah tiba dengan sentosa di sebuah alamat yang sangat aku damba.
Akhirnya tibalah saat itu. Terhitung 6 Maret dari waktu penempelan perangko 10 dolar Taiwan, satu hari setelah aku menerima abu di dahi. Maka per 25 Maret, maka kartu pos yang menyimpan asa itu menampilkan tawa di wajah Romo Kusdiyanto. Sekiranya aku dapat menatap senyum itu, maka pasti jadilah semirip ini....
Begitulah, kabar gembira mengenai kartu pos pertama dari Formosa untuk Romo Kusdiyanto dengan kisah yang menyertainya. Mungkin, lain kali anda akan menerimanya pula. Tunggulah saja!
7 komentar:
Aq suka ekspresinya pas nempelin prangko, kayaknya bersemangat bgd mba, hehehe...
#antrikartuposTaiwan
Hahaaa...itu memang penuh semangat lem perangko untuk pertama kali :D Okeee, sabar yaa. Antrian cukup panjang...
Mbak mita lucu wajahe :D
Kirimin aku pos dong mbak ^^
Eeh, yang lebih lucu lagi yaa tentu saja wajah guru kungfu kita dong, heheee...
Wah newbie juga toh di dunia perkartuposan.... aq juga baru mulai sekitar Bulan Februari 2014 makanya masih semangat cari temen tuk tukar-tukaran kartu...
Yuk kita tukar2an... alamat pm aja ya di fb...
Sukanya kartu yg kyk apa? barangkali aja aq punya yg lg dipengenin.
Btw lagi kuliah jur apa?
Halo Mbak Husnul!
Iyaa, saya sedang senang berkirim kabar lewat kartupos.
Saya suka semua jenis kartupos, terutama yang terkesan dokumentasi lama.
Saya kuliah jurusan filsafat pendidikan, serem yaa? :D
Posting Komentar