Sejenak,
ijinkanlah saya mengutip sebuah kisah favorit saya yang diambil dari buku Sang
Alkemis (terjemahan), karangan Paulo Coelho.
‘Di jaman
romawi kuno, pada masa Tiberius, hiduplah seorang lelaki yang baik dengan dua orang
putranya. Seorang menjadi tentara, dan telah dikirim ke wilayah-wilayah yang
jauh di imperium itu. Putra lainnya adalah penyair, dan menggembirakan seluruh
Roma dengan syair-syairnya yang indah. Suatu malam sang ayah bermimpi. Satu
malaikat muncul padanya, dan mengatakan padanya bahwa kata-kata dari salah satu
anaknya akan dipelajari dan diulangi ke seluruh dunia bagi semua generasi mendatang.’*
Sampai
kalimat tersebut berakhir, layaklah bila saya dan juga Anda semua mengira bahwa
kata-kata sang penyairlah yang akan dikenang dunia. Dan inilah yang tertulis
dalam buku tersebut.
Anakmu pergi ke suatu tempat
yang jauh, dan menjadi seorang komandan. Suatu sore salah seorang pelayannnya sakit,
dan tampaknya dia mau meninggal. Anakmu pernah mendengar seorang seorang rabi
yang dapat menyembuhkan penyakit, dan dia berkuda berhari-hari untuk mencari orang
itu. Dia mengatakan pada orang itu bahwa seorang pelayannya sakit keras, dan
rabi itu bersiap pergi dengannya ke rumahnya. Tapi komandan itu adalah orang
yang beriman, dan, melihat ke dalam mata rabi itu.
Inilah kata-kata yang dia ucapkan
pada rabi pada waktu itu, dan kata-kata ini tidak pernah dilupakan:
“Tuhanku, aku tidaklah
berarti sampai tempatku perlu kau datangi. Tapi ucapkanlah sepatah kata saja,
maka pelayanku akan sembuh.”*
Terkejut?
Iya, respon kita sama seperti lelaki tua itu saat malaikat menceritakan apa
yang terjadi pada masa depan kedua anaknya. Melalui kisah di atas, saya
menemukan bahwa lelaki tua, penyair, dan komandan tentara itu memberikan
sumbangsih bagi sesama dengan caranya masing-masing. Pada saat mereka masih
hidup, mereka tidak pernah tahu sampai seberapa lama dan seberapa jauh, mereka
mempunyai andil di masa yang akan datang.
Seorang
komandan tentara, tidak pernah disangka, bahkan oleh ayahnya sendiri, ternyata
mampu mengungkapkan kalimat yang selamanya diingat oleh beberapa generasi di
masa depan. Kalimat itu menunjukkan kebaikan, kesederhanaan, dan keyakinannya. Kalimat
yang membuktikan kerelaan hati seorang komandan, seorang pemimpin, untuk berbuat
sedemikian rupa bagi pelayannya. Ia menempuh perjalanan jauh untuk meminta
pertolongan seorang rabi penyembuh yang bahkan hanya pernah mendengar namanya,
namun yang ia percayai. Sang komandan memahami bahwa perjalanannya menjumpai
sang rabi bukanlah perjalanan atasan dan bawahan, tetapi lebih pada perjalanan
hidup. Ia memandang hidup sebagai sesuatu yang sangat berarti, yang melibatkan
tanggung jawab sosial.
Jika
demikian, maka:
Siapakah
sang pelayan itu sebenarnya? Si komandan tentara, atau si pelayan komandan?
Siapakah
sang pemimpin itu sebenarnya? Si komandan tentara, atau si rabi penyembuh?
Kita
semua memang dapat berkontribusi bagi keluarganya, sesamanya, lingkungannya, dan
bagi dunia. Aktivitas yang kita lakukan, perkataan yang kita ucapkan, perasaan
yang kita alami, dan momen sehari-hari adalah bagian dari persembahan yang kita
bagikan untuk dunia. Apa yang kita genggam, kita perjuangkan, yang kita hidupi
pada saat ini merupakan modal berharga untuk masa depan kita dan dunia.
Seorang
pemimpin masa depan adalah seseorang yang sudah siap memimpin sejak saat ini,
sejak masa mudanya. Siapapun ia, punya kesempatan untuk memimpin, karena
memimpin adalah menginspirasi. Inspirasi yang bukan hanya disebarkan kepada
orang lain supaya diikuti, tapi terlebih inspirasi bagi diri sendiri untuk
dipertanggungjawabkan. Tidak semata-mata ia melemparkan angan-angan, tapi turut
bekerja aktif membangun angan-angan itu.
Seorang
pemimpin masa depan pastilah sekarang ia sudah tidak sabar menantikan tantangan-tantangan
yang akan ia hadapi di tahun-tahun mendatang. Persiapannya saat ini tentu saja
dibalut dengan dedikasi. Rencana-rencana yang disusun niscaya memiliki berbagai
alternatif. Alternatif yang akan membuatnya berani melangkah, yang menyokong
kekuatannya.
Salah
satu media sosial yang mampu menjangkau banyak orang adalah Twitter. Lewat
Twitter, saya bisa belajar mengenai kepemimpinan. Ini bukan sekadar tentang following
dan follower. Ada banyak sekali sosok yang menarik diamati, salah satunya
adalah Jimmy 1000 guru.
Hal
utama yang saya cermati dari Jimmy 1000 guru adalah gaya kepemimpinannya. Melalui
akun @1000_guru ia telah merangkul lebih dari 32.000 follower, dan saya adalah
salah satunya. Itu aksi yang dilakukannya di media sosial. Di dunia nyata, saya
tahu ia sudah menyentuh jutaan hati di Indonesia ini, khususnya bagi anak-anak
dan guru-guru yang ada di pedalaman.
Upayanya
menjalin relasi dengan pihak-pihak di daerah pelosok nusantara, gayanya melemparkan
kritik dan saran untuk pemerintah pusat, pengabdiannya untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, dan caranya menggalang dukungan dan donasi, itulah
kepribadian pemimpin yang saya kagumi.
Ia
berhasil menjadikan dirinya sendiri suatu teladan dalam berbuat yang baik,
berbuat yang benar. Ia tidak menyuruh orang lain, tapi ia sendiri bertindak. Ia
mengajar, ia berbagi ilmu, ia mendengarkan keluh kesah, ia menawarkan solusi.
Ia memegang sebuah visi untuk meningkatkan kualitas pendidikan bangsa. Itulah
bentuk kepeduliannya pada masyarakat terpencil, sebuah tanggung jawab sosial yang
ia laksanakan dengan ikhlas.
Ia
memilih menjadi guru di area yang sulit digapai, di lokasi yang jauh dari minat
masyarakat, di kawasan yang fasilitasnya terbatas. Ia membuat orang lain tahu
bahwa di suatu tempat, di negeri Indonesia ini, masih banyak jiwa-jiwa yang
perlu diperhatikan, pribadi-pribadi yang semestinya juga memperoleh pendidikan
dengan pantas. Ia melakukan apa yang ia mampu.
Ia,
dengan segala daya dan kreativitasnya, menciptakan kaos 1000 guru yang hasil
penjualannya dipersembahkan untuk pendidikan anak-anak dan peningkatkan
kesejahteraan guru. Kaos yang bertuliskan kalimat khas tentang guru dan
pendidikan. Kalimat yang bermakna, yang menimbulkan senyum, yang menebarkan harapan,
yang mungkin akan dikenang oleh generasi-generasi berikutnya, seperti kata-kata
sang komandan tentara yang saya kisahkan di atas.
Jimmy
1000 guru bukan hanya pemimpin di masa depan, tapi ia pun pemimpin di masa
kini. Ia menginspirasi, ia mengembangkan usaha nyata, dan ia menaruh kepedulian
bagi bangsa. Ia melayani anak-anak dan guru-guru di daerah terpencil. Ia
melayani dengan hatinya, dengan gagasannya, dengan aksi nyata. Sejak masa kini
ia telah memberi sumbangsih pada masa depan bangsa, masa depan yang lebih baik
bagi anak-anak dan guru-guru.
Maka,
terhadap apa yang dilakukannya itu, saya sekali lagi mengajukan pertanyaan
reflektif.
Siapakah
sang pemimpin itu? Jimmy 1000 guru ataukah guru-guru di pedalaman?
Siapakah
sang pelayan itu? Jimmy 1000 guru ataukah anak-anak di pelosok?
Kita semua bisa menjalani peran sebagai pemimpin masa depan. Inspirasi, usaha, dan kepedulian adalah hal-hal yang bisa kita lakukan sejak sekarang. Apa yang kita persembahkan untuk keluarga, sesama, lingkungan, bangsa, dan dunia mungkin akan menjadi jejak yang manis bagi generasi di masa kini dan masa depan. Inilah tugas kita bersama. Marilah sekarang kita bangkit menjadi pemimpin masa depan yang memberi inspirasi, yang selalu berusaha, dan bertanggung jawab secara pribadi dan sosial.
‘Sang alkemis berkata: tak
peduli apa yang dilakukannya, setiap orang di dunia memainkan peran yang
sentral dalam sejarah dunia. Dan biasanya ia tidak menyadarinya.’*
Keterangan:
*Seluruh
kisah mengenai komandan tentara dan alkemis di atas diambil dari buku Sang
Alkemis, terjemahan, karangan Paulo Coelho, diterbitkan tahun 2012 cetakan ke
13 oleh PT Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar