Search something?

Kamis, 26 Februari 2015

Tentang Saling Memandang

Selamat sore, ibu guru Rizki Nawang :)

Saya membaca surat ibu guru untuk sang murid, James Krisnanda. Surat dari nusantara untuk yang di luar nusantara. Saya tertawa saja. Bahagia, karena saya juga pernah ditelepon pria sederhana yang sedang jauh di sana. Bukan di negeri Tirai Bambu, tapi dia ada di negeri Paman Sam. Saya sendiri sekarang di negeri Formosa.

Memang senang ya, jika seseorang yang bukan siapa-siapa menyapa kita, tanpa disangka-sangka. Seseorang yang ternyata memandang kita dari jauh. Memandang dengan hatinya.


Saya pun demikian, wahai ibu guru :)


Seorang kawan lama, sosok pilihan Allah, yang tak saling jumpa sekian lama, tiba-tiba mengajak bicara. Saat itu jam dua belas malam di waktu saya dan jam dua belas siang di zona waktunya. Sedikit menit yang berharga. Yang berisi canda ria. Yang bertema kabar para perantau. Yang memamerkan keadaan baik dan buruk di negeri rantau.

Lalu, dia berkata, 'Senang mendengar bisa suaramu lagi.'

Mungkin begitu ya, bahagia ternyata sederhana, sama seperti yang pernah ibu guru tuliskan. Mungkin bukan tentang cinta ala anak-anak muda. Tapi, tentang relasi yang masih terjaga. Mungkin tak ada kata-kata cinta mesra. Tapi, asa selalu membara untuk cita-cita.

Saya paham, bagaimana kebanggaan seorang guru dengan prestasi murid-muridnya. Ia akan memandang dengan mata berkaca-kaca. Sekalipun murid itu sangat balelol, seperti si James Krisnanda, murid yang ibu kasihi itu :)

Saya pernah menjadi guru untuk murid-murid berusia remaja. Saat ini murid-murid sudah pergi kesana kemari. Langkahnya lebih jauh, lebih lebar daripada langkah saya. Bahkan, pengalamannya sangat kaya. Walau tak seakrab dulu lagi, tapi betapa gembiranya seorang guru mendengar kabar-kabar itu. Guru sejati tidak akan memandang rendah murid-muridnya. Benar kan?

Kini, saya menjadi seorang murid. Kini, saya bersukacita saat melihat guru-guru sehat dan bermartabat. Seorang murid merasa hebat apabila gurunya masih mengingat. Apalagi, mau mengobrol di telepon dan mendoakan :)

Oiya, pagi hari tadi guru saya mengajak mendaki bukit di dekat sekolah. Kami menikmati udara segar. Mengamati bunga-bunga dan serangga. Berfoto penuh gaya di antara bangunan-bangunan kuno. Katanya, belajar bukan sekadar mencari ilmu. Karenanya, kita perlu berjalan agar bisa memadang lebih luas. Lebih mengerti. Lebih bijak.

Ya begitulah, ibu guru Rizky Nawang. Ada sebuah pepatah Jawa, urip iki mung sawang-sinawang. Hidup ini hanyalah saling memandang. Kebahagiaan, kesederhanaan, dan kebalelolan pun adalah pandangan. Pandangan dan pilihan.

Oiya, selamat ulang tahun ya, ibu guru. Semoga pandangan makin jernih dan berkilau. Kebaikan dan ketenteraman menyertai.

Salam pandangan mata dengan senyum balelol,
Penghuni tahun kedua di negeri Formosa


Tidak ada komentar: