Saya
suka Eropa timur, Mbak. Orang-orangnya lebih terbuka, lingkungannya cantik dan
bersih…
Demikian ucap
seorang kawan seperjalanan saat kami naik kereta menuju Yogyakarta, tepat di
hari terakhir bulan November lalu. Saat mendengar kata Eropa timur, sesungguhnya
aku ingin segera menimpali, jalanan dan kota-kota di Kroasia pasti keren kan?
Pertanyaan itu tak jadi ku ungkap. Pikiranku mengembara.
Merasakan lezatnya
steak dan wine di restoran Boban dipeluk sejuknya Zagreb. Atau, duduk
di pinggir danau biru di Imotski sembari membayangkan seorang anak kecil, bernama
Zvonimir, sedang bermain sepakbola saat danau itu mengering dan berubah menjadi
lapangan. Itulah imajinasi yang mungkin paling cemerlang jika suatu ketika aku
bisa mengunjungi Kroasia.
Lamunanku
terhenti.
Kawan
seperjalanan itu melanjutkan kisahnya berkeliling dunia. Turki, Kashmir, India,
Myanmar, Vietnam, Thailand. Daftar ini terus berlipat ganda. Beberapa minggu
lagi ia akan berwisata ke Nepal. Ia tunjukkan foto-foto nan cantik memesona
yang merupakan hasil kerjasama ciamik antara tangan, mata, dan semangat. Serta
kamera canggihnya. Sebagian besar foto itu bertema human interest.
Memang itulah pekerjaannya.
Ternyata ia
seorang wartawan di sebuah media internasional yang berkantor di Jakarta. Aku berkarya
sebagai guru di sebuah SMA swasta di Kabupaten Blitar. Kami berbagi pengalaman
hidup. Aku tidak sedang mengajarkan materi untuk persiapan ujian. Ia juga tak
mewawancarai atau mendokumentasikan perjumpaan kami untuk sebuah berita hangat
di surat kabar. Cukup percakapan-percakapan ringan yang menambah wawasan.
Kereta sedang
melintas di wilayah Caruban.
Tak sengaja
kami bertemu di gerbong kereta makan di kala titik-titik air hujan membasahi
kaca jendela kereta. Aku hampir menghabiskan nasi goreng saat ia datang dan
memesan nasi goreng pula. Ku berikan senyum termanis agar ia bisa duduk santai di
bangku kosong yang ada di hadapanku.
Wah dari
mana, Mas?
Surabaya,
Mbak. Tadi saya naik bus ke Kertosono, lalu nyambung naik kereta ini, mau ke
Yogya. Mbak mau ke mana?
Saya
juga ke Yogya. Besok pagi ada teman menikah. Sekalian jalan-jalan juga sih, pengen
kuliner ke beberapa kafe milik teman-teman.
Asyik
ya, Mbak?
Aku
mengangguk. Tersenyum seraya menerawang suasana yang nanti akan ku nikmati.
Pesawat
sudah habis, Mbak. Sopir bus yang tadi saya tanya enggak bisa menjanjikan bisa
sampai di Yogya jam berapa. Katanya sih perjalanan bis sekitar dua belas jam karena kan sekarang lagi
libur panjang tiga hari. Ini saya baru aja tadi pagi pesan tiket kereta. Cek di Traveloka,
kok masih ada tempat duduk, ya sudah, langsung saja.
Dia berbicara sembari memperlihatkan rincian pembelian tiket kereta di Traveloka. Di situ
tertera nama kereta Kahuripan dari stasiun Kertosono menuju stasiun
Lempuyangan.
Iya,
Mas. Memang kok kita bisa pesan tiket kereta di Traveloka sampai tiga jam
sebelum berangkat.
Hah,
apa? Memang gitu ya? Raut
mukanya tampak terkejut.
Belum
tahu ya, Mas?
Ia
menggeleng.
Ini
istilahnya last
minute booking,
Mas. Andai mendadak kita perlu beli tiket kereta dan segera berangkat, bisa pakai
Traveloka. Batas waktunya tiga jam sebelum keberangkatan kereta.
Saat aku
menjelaskan, ia mengutak-atik ponsel pintarnya.
Oh iya,
ini Mbak. Coba lihat, tadi saya beli lima jam sebelumnya, ujarnya sambil menyodorkan layar
ponsel supaya ku pandang.
Benar,
Mas. Mungkin kan ada kepentingan tertentu yang harus dilakukan, sementara di
waktu yang bersamaan kita harus sudah punya tiket kereta.
Bisa
hemat waktu ya, Mbak? Memang saya selalu cek Traveloka sih untuk keperluan
traveling saya.
Dan kita
jadi bisa ketemu di sini. Saya senang lho, bisa dengar cerita-cerita tadi.
Kemudian
kawan seperjalanan ini pamit untuk kembali ke gerbong penumpang.
Aku tertegun
dan teringat sesuatu.
Fitur last minute booking ini pun baru ku ketahui beberapa minggu sebelum perjalananku
ke Yogya. Jika saja aku sudah tahu sejak lama, tentu aku akan memanfaatkannya. Satu
peristiwa yang ku kenang adalah ketika seorang rekan kerja meminta info di mana
bisa beli tiket kereta untuk keberangkatan malam itu karena ia tak sempat ke
stasiun. Waktu itu aku berada dalam masa hibernasi, sehingga aku tak menyadari betapa
berharganya hal itu.
Tapi tak
mengapa. Aku jadi bisa belajar sesuatu dari peristiwa-peristiwa ini.
Masih akan ada
beragam peristiwa yang tiba-tiba terjadi. Masih akan ada banyak kebutuhan hidup
yang harus dipenuhi dengan segera. Masih akan ada jutaan hari untuk ku habiskan
di dalam kereta. Suatu saat aku pasti menggunakan fitur last minute booking,
sebab aku tak tahu kejutan-kejutan yang akan ku terima di masa mendatang…
Dan salah satu kejutan yang ku dapatkan dari perjalananku di Yogya kali ini adalah...
Sebuket bunga!
Jadi, apakah aku bisa jadi sang pelempar bunga dalam sebuah pesta pernikahan tahun(-tahun ke) depan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar